Sumber Daya Air dan Perilakunya

Diabstraksikan oleh Soemarno-2010

Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ayaupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat.
Sumber air adalah empat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.

Sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung didalamnya.

Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan, keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup baik pada waktu sekarang maupun pada generasi yang akan datang.

Pendayagunaan sumberdaya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumberdaya air secara optimal, berhasilguna dan berdayaguna.

Pengendalian dan penanggulangan daya rusak air adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air yang dapat berupa banjir, lahar dingin, ombak, gelombang pasang, dan lain-lain.

Pengelolaan adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air.

Penatagunaan sumberdaya air adalah upaya untuk menentukan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air.

Penyediaan sumberdaya air adalah upaya pemenuhan kebutuhan akan air dan daya air untuk memenuhi berbagai keperluan dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai.

Penggunaan sumberdaya air adalah pemanfaatan sumberdaya air dan prasarananya sebagai media dan atau materi.

Pengembangan sumberdaya air adalah upaya peningkatan kemanfaatan fungsi sumberdaya air tanpa merusak keseimbangan lingkungan.

Pengusahaan sumberdaya air adalah upaya pemanfaatan sumberdaya air untuk tujuan komersial.

Peruntukan air dan daya air adalah penentuan prioritas alokasi air dan daya air untuk masing-masing keperluan dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai.

Hak guna sumberdaya air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan sumberdaya air untuk keperluan tertentu.

Daerah Aliran Sungai (DAS) atau yang disebut dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut.

Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil, termasuk cekungan air tanah yang berada di bawahnya.

Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air tanah berlangsung.

Air tanah atau air bawah tanah adalah air yang terdapat dibawah permukaan tanah pada lapisan tanah yang mengandung air.

Tata Pengaturan Air adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan dan pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di-dalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat.


Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air namun krisis air diperkirakan juga akan terjadi, sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai. Ketersediaan air di Indonesia mencapai sekitar 15.000 meter kubik per kapita per tahun --masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun-- namun jika ditinjau ketersediaannya per pulau akan sangat lain dan bervariasi. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai empat setengah persen dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar 65 persen total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia sekitar 1.750 meter kubik per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 meter kubik per kapita per tahun.
Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumberdaya air yang telah terlampaui. Potensi krisis air ini juga dikhawatirkan terjadi di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan .
Masalah air di Indonesia ditandai juga dengan kondisi lingkungan yang makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar. Di samping itu jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada tahun 1984 telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998.
Fenomena degradasi hutan telah menyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin meningkat, demikian juga sedimentasi makin tinggi yang menyakibatkan pendangkalan di waduk dan sungai sehingga menurunkan daya tampung dan pengalirannya. Pada tahun 1999 terdeteksi bahwa dari 470 DAS di Indonesia, 62 di antaranya dalam kondisi kritis, yang diprediksi dari perbandingan aliran maksimum dan minimum sungai-sungai yang sudah jauh melampaui batas normalnya. Keadaan ini diperparah oleh degradasi dasar sungai akibat penambangan bahan galian golongan C di berbagai sungai di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat yang telah menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi prasarana dan sarana di sepanjang sungai.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan air dan terjadinya kelangkaan ketersediaan air, orang mulai terpancing untuk berpikir dan memandang air sebagai barang ekonomi (economic goods). Seperti yang tercantum dalam Dublin Priciples (1992) Water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic good. Kelangkaan air dianggap sebagai peluang ekonomi. Buat mereka, kelangkaan air harus diatasi dengan efisiensi pemakaian, yang ditindaklanjuti dengan pembatasan pemakaian air dengan cara menaikkan nilai ekonomi air sehingga orang akan berhati-hati memakai air karena mahal. Saat sebagian orang tertarik untuk menjual air langsung sebagai barang komoditi, beberapa pemakai air lainnya mulai terganggu, karena bagi budidaya pertanian, ketersediaan air akan dapat menunjang peningkatan produksi pangan, peningkatan pendapatan petani, lapangan pekerjaan dan ketahanan pangan.
Kebutuhan air sector pertanian di beberapa Negara Asia hampir mencapai 90% dari tingkat ketersediaan air, demikian juga di Indonesia. Hal ini karena sebagian besar masyarakat hidup dari pertanian dan ketahanan pangan menjadi komponen utama bagi ketahanan bangsa.
Semakin meningkatnya persaingan di antara para pengguna air, maka pertimbangan ekonomis sering menjadi pertimbangan dalam alokasi air. Air dapat mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi apabila dijual langsung sebagai barang komoditi.
Ancaman terhadap alokasi air akibat kesenjangan ini telah mulai terjadi. Beberapa industri yang mendapatkan air dari saluran irigasi dan air tanah, dengan cara membeli atau menyewa tanah petani atau mengambil alokasi pergiliran pemberian air irigasi bagi tanah yang dibeli/disewa tersebut, dan kadang-kadang masih menambah beberapa pipa pengambilan bahkan dengan pemompaan.  Untuk menambah jumlah air yang dapat diambil, beberapa industri tersebut juga melakukan pendekatan kepada petani bagian hulu agar dapat merelakan sebagian airnya dengan imbalan misal dengan pembangunan saluran drainasi. Yang paling dirugikan pada keadaan ini adalah petani dibagian hilir yang akan kekurangan air. Proses realokasi air irigasi untuk kepentingan lain, akan memberikan pengaruh negatif pada ekonomi di pedesaan, berkurangnya air irigasi, akan mengurangi luas tanam dan akan mengakibatkan hilangnya mata pencaharian, penurunan produksi pangan dan gangguan sosial lainnya. (Rosegrant and Ringler, 1998). Sebetulnya perubahan alokasi seperti di atas tidak diperbolehkan, berkenaan dengan Undang-Undang No 7/2004, pasal 29 ayat (3) prioritas pemberian air irigasi lebih tinggi dari pada pemberian air untuk kepentingan industri, namun dengan pendekatan bahwa alokasi air itu melekat pada lahan pertanian, maka seseorang yang menyewa atau membeli tanah pertanian tersebut dapat mengambil air irigasi yang menjadi hak yang melekat atas lahan itu (Budi Santosa Wignyosukarto, 2006).

Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia menghadapi problema yang sangat rumit dan kompleks, mengingat air mempunyai beberapa fungsi baik fungsi sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan yang masing-masing dapat saling bertentangan. Dengan terjadinya perubahan iklim global, semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kegiatan ekonomi, telah terjadi perubahan sumberdaya alam yang sangat cepat.
Pembukaan lahan guna keperluan perluasan daerah pertanian, pemukiman dan industri, yang tidak terkoordinasi dengan baik dalam suatu kerangka pengembangan tata ruang, telah mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir. Hal itu telah mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik antara para pengguna air baik untuk kepentingan rumah tangga, pertanian dan industri, termasuk penggunaan air permukaan dan air bawah tanah di perkotaan. Saat ini sektor pertanian menggunakan hampir 80% kebutuhan air total, sedangkan kebutuhan untuk industri dan rumah tangga hanya 20%. Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi kenaikan kebutuhan air untuk rumah tangga dan industri sebesar 25% – 30%.
Beberapa daerah aliran sungai di Pulau Jawa telah mengalami degradasi yang sangat memprihatinkan, erosi yang berlebihan telah mengakibatkan terjadinya sedimentasi di beberapa waduk yang telah dibangun di sungai Citarum, Brantas, Serayu-Bogowonto dan Bengawan Solo. Sedimentasi tersebut akan mengurangi usia tampung waduk, usia tampung beberapa waduk tersebut diperkirakan hanya akan mampu memenuhi kebutuhan air baku hingga tahun 2010 saja.
Pengambilan air tanah yang berlebihan di beberapa akuifer di kota-kota besar di Pulau Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya) telah mengakibatkan terjadi intrusi air laut dan penurunan elevasi muka tanah. Ketidaktersediaan sistem sanitasi dan pengolah limbah industri yang baik, juga telah mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dan sungai oleh buangan air rumah tangga dan industri, terutama di musim kemarau. Di saat lain, di musim hujan, banjir terjadi di mana-mana, akibat karena semakin kecilnya daerah resapan, turunnya kapasitas sungai dan rusaknya sistem drainasi internal.

Siklus Air di Alam
Siklus perjalanan air adalah ketika titik embun yang  berada di atmosfer mencapai titik jenuh, turun menjadi curahan hujan.  Hujan jatuh di permukaan bumi, di hutan-hutan, atau di rawa-rawa.  Selanjutnya sebagian air hujan ini meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi; dan ketika tanah sudah mulai jenuh, air menggenang dipermukaan tanah dan mencari tempat yang lebih rendah. Pada saat air permukaan bergerak mencari daerah yang lebih rendah, terjadilah aliran air di permukaan tanah yang disebut surface runoff. Jika air hujan jatuh pada tanah yang miring, maka sebagian tetesan air hujan ini tidak sempat meresap ke dalam tanah,  melainkan menjadi aliran permukaan. Air yang mengalir di permukaan tanah tersebut akan bertambah besar jumlahnya setelah bertemu dengan aliran air dari lokasi lain, mengalir menuju lembah, dan memasuki aliran sungai. Jika jumlah air yang mengalir di permukaan jauh lebih besar dibandingkan dengan yang meresap ke dalam tanah, dapat menyebabkan banjir atau luapan aliran permukaan.
Air yang mengalir di sungai juga berasal dari air hujan yang meresap kedalam tanah, seterusnya menembus lapisan yang mampu menyimpan air yang pada umumnya merupakan lapisan pasir (mereka sebut namanya lapisan aquifer) dan pada tempat tertentu memunculkan airnya kembali ke permukaan sebagai sumber atau mata air. Air dari mata air ini, airnya terus mengalir ke dalam sungai. Sungai dengan segala sifat-sifatnya, mengalirkan air jauh sampai ke laut.  Air laut (biasanya asin) ketika mendapat energi panas matahari mengalami penguapan, proses penguapan ini disebut evaporasi. Air laut yang menguap ditiup angin menuju darat, mendaki lereng sampai ke puncak gunung, mengumpul jadi satu, berubah menjadi embun.  Maka turunlah hujan.  Kalau uap air yang naik ke lapisan atmosfeer masih berada di atas lautan, kemudian mencapai titik jenuh, jatuh kembali ke laut sebagai hujan, dinyatakan siklus pendek.

Proses Terjadinya Siklus Hidrologi

Siklus Hidrologi
sumber : www.ebiologi.com

Tahapan proses terjadinya siklus hidrologi tersebut antara lain evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, sublimasi, kondensasi, adveksi, presipitasi, run off, dan infiltrasi.

1. Evaporasi
Siklus hidrologi diawali oleh terjadinya penguapan air yang ada di permukaan bumi. Air-air yang tertampung di badan air seperti danau, sungai, laut, sawah, bendungan atau waduk berubah menjadi uap air karena adanya panas matahari. Penguapan serupa juga terjadi pada air yang terdapat di permukaan tanah. Penguapan semacam ini disebut dengan istilah evaporasi.
Evaporasi mengubah air berwujud cair menjadi air yang berwujud gas sehingga memungkinkan ia untuk naik ke atas atmosfer bumi. Semakin tinggi panas matahari (misalnya saat musim kemarau), jumlah air yang menjadi uap air dan naik ke atmosfer bumi juga akan semakin besar.

2. Transpirasi
Transpirasi berbeda dengan penguapan atau evaporasi sederhana karena berlangsung di jaringan hidup serta dipengaruhi oleh fisiologi tumbuhan.
Air yang diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air di dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar ini menyatu ke dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion ini bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, lalu ke atas melalui arus transportasi.
Laju transpirasi ini dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, suhu, cahaya, aliran udara, kelembaban serta tersedian air tanah. Beberapa faktor ini mempengaruhi perilaku stoma yang membuka dan menutup. Dikontrol oleh perubahan tekanan turgor sel penjaga yang berkorelasi dengan kadar ion kalium (K+) di dalamnya. Selama proses stoma terbuka, terjadi pertukaran gas diantara daun dengan atmosfer dan air akan hilang ke atmosfer. Untuk mengukur laju transpirasi ini bisa digunakan potometer.
Transpirasi pada tumbuhan yang sehat sekalipun tidak bisa dihindari dan jika berlebihan akan sangat merugikan karena tumbuhan akan menjadi layu bahkan bisa mati.

3. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah penguapan air keseluruhan yang terjadi di seluruh permukaan bumi, baik yang terjadi pada badan air dan tanah, maupun pada jaringan mahluk hidup. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara evaporasi dan transpirasi. Dalam siklus hidrologi, laju evapotranspirasi ini sangat mempengaruhi jumlah uap air yang terangkut ke atas permukaan atmosfer.

4. Sublimasi
Selain lewat penguapan, baik itu melalui proses evaporasi, transpirasi, maupun evapotranspirasi, naiknya uap air dari permukaan bumi ke atas atmosfer bumi juga dipengaruhi oleh proses sublimasi.
Sublimasi adalah proses perubahan es di kutub atau di puncak gunung menjadi uap air tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Meski sedikit, sublimasi juga tetap berkontribusi terhadap jumlah uap air yang terangkut ke atas atmosfer bumi melalui siklus hidrologi panjang. Akan tetapi, dibanding melalui proses penguapan, proses sublimasi dikatakan berjalan sangat lambat.

5. Kondensasi
Ketika uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan proses sublimasi naik hingga mencapai suatu titik ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel es berukuran sangat kecil melalui proses kondensasi. Perubahan wujud uap air menjadi es tersebut terjadi karena pengaruh suhu udara yang sangat rendah di titik ketinggian tersebut.
Partikel-partikel es yang terbentuk akan saling mendekati dan bersatu satu sama lain sehingga membentuk awan. Semakin banyak partikel es yang bergabung, awan yang terbentuk juga akan semakin tebal dan hitam.

6. Adveksi
Awan yang terbentuk dari proses kondensasi selanjutnya akan mengalami adveksi. Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara. Adveksi memungkinkan awan akan menyebar dan berpindah dari atmosfer lautan menuju atmosfer daratan. Perlu diketahui bahwa, tahapan adveksi tidak terjadi pada siklus hidrologi pendek.

7.  Presipitasi
Awan yang mengalami adveksi selanjutnya akan mengalami proses presipitasi. Proses prepitasi adalah proses mencairnya awan akibat pengaruh suhu udara yang tinggi. Pada proses inilah hujan terjadi. Butiran-butiran air jatuh dan membasahi permukaan bumi.
Apabila suhu udara di sekitar awan terlalu rendah hingga berkisar < 0 derajat Celcius, presipitasi memungkinkan terjadinya hujan salju. Awan yang mengandung banyak air akan turun ke litosfer dalam bentuk butiran salju tipis seperti yang dapat kita temui di daerah beriklim sub tropis.

8. Run Off
Setelah presipitasi terjadi sehingga air hujan jatuh ke permukaan bumi, proses run off pun terjadi. Run off atau limpasan adalah suatu proses pergerakan air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di permukaan bumi. Pergerakan air tersebut misalnya terjadi melalui saluran-saluran seperti saluran got, sungai, danau, muara, laut, hingga samudra. Dalam proses ini, air yang telah melalui siklus hidrologi akan kembali menuju lapisan hidrosfer.

9. Infiltrasi
Tidak semua air hujan yang terbentuk setelah proses presipitasi akan mengalir di permukaan bumi melalui proses run off. Sebagian kecil di antaranya akan bergerak ke dalam pori-pori tanah, merembes, dan terakumulasi menjadi air tanah. Proses pergerakan air ke dalam pori tanah ini disebut proses infiltrasi. Proses infiltrasi akan secara lambat membawa air tanah kembali ke laut.


0 Response to "Sumber Daya Air dan Perilakunya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel