The life of Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Ahmad Hambali)

           Imam Ahmad bin Hanbal memiliki nama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy.
        Beliau dilahirkan  di Kota Baghdad pada Rabi’Al-Awwal 164 Hijriah. Ketika ia berusia tiga tahun, ayahnya Muhammad bin Hanbal wafat dalam usia 30 tahun.
      Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. lbunya, Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan penuh dalam mendidik dan membesarkannya. Dikisahkan dalam riwayat sejarah bahwa Ibunya merupakan seorang yang zuhud, ahli ibadah, rajin berpuasa, beliau pula lah yang merawat dan mendidik imam Ahmad bin Hanbal.

       Suatu waktu dan kesempatan Imam Ahmad pernah mengisahkan tentang ibunya (semoga Allah merahmatinya) :" Ibuku menjadikan ku hafal Al-Quran, ketika umurku 10 tahun. Dan dia tidak hanya hafal tapi juga memahaminya dengan hati, maka larilah semua godaan dan syaitan dari hatinya, dan menjadilah dia seorang yang ahli beribadah kepada Allah SWT. Imam Ahmad juga mengisahkan bahwa ketika umurnya 10 tahun ibunya memakaikan pakaian untuknya,membangunkannya dan memercikan air ketika sebelum sholat subuh, kemudian ibu mengajaknya pergi ke masjid.
       Seorang wanita sholehah yang menginginkan generasi penerusnya sebagai generasi yang mampu cinta dan taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

       Saat Imam Ahmad hendak pergi meninggalkan kampung halamannya di Baghdad, ibunya memberikan bekal, bukan emas atau dirham yang diberinya, melainkan kira-kira 10 adonan gandum, dan meletakkan di dalam tas yang terbuat dari kain, serta satu bungkus gandum, kemudian ibu nya berkata "Wahai anakku, sesungguhnya Allah apabila aku menitipkan sesuatu, Dia tak akan pernah menyia-nyiakan nya selamanya. Maka aku titipkan dirimu kepada Allah yang tak pernah terlantar segala yang dititipkan kepadanya".

       Maka pergilah Imam Ahmad, menuntut ilmu mencari hadits Rasulullah SAW. Ia pergi dari Madinah dan Mekkah, setiap kali ia tersesat, Ia memohon ampun kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, Ia menjelaskan belum usai dia berdoa, Allah Ta’ala telah mengubah jalan ku. Siapakah tempat berlindung orang yang takut? Siapakah yang menyelamatkan orang yang sabar? Dialah Allah SWT.

    Imam Hambali mendapatkan pendidikan pertamanya di Kota Baghdad. Setelah berhasil menghafal Al-Quran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab saat berusia 14 tahun, Hanbali muda melanjutkan pendidikannya ke Ad-Diwan.
     
      Guru pertamanya dalam bidang ini adalah Al-Qadhi Abu Yusuf, murid sekaligus rekan Imam Abu Hanifah. Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits saat berusia 16 tahun. la terus berada di Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits kota itu.
Beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) dari Bashrah lalu ke Negeri Hijaz dan Yaman. Tokoh yang paling menonjol yang pernah ia temui dan mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke Hijaz dan selama tinggal di sana adalah Imam Syafi’i. Ia banyak mengambil hadits dan faedah ilmu dari Imam Syafi’i. Ulama lain yang menjadi sumber Imam Hanbali dalam mengambil ilmu adalah Sufyan bin ‘Uyainah. Ismail bin ‘Ulayyah. Wald’ bin aldarrah. Yahya al Qaththan. Yazid Nn Harun. dan lain-lain.

      Dalam jangka waktu enam puluh tahun sejak dimulainya pada 180 H, Imam Hanbal akhirnya menyusun kitab yang dinamakan Al-Musnad dimana dalam kitab tersebut berisi 400 ribu hadits, serta beliau menyampaikan pula Fatwa dalam 60 ribu masalah berdasarkan firman Allah ta’ala dan sabda Rasulullah SAW. Di dalam kitabnya tersebut pula beliau mengkritisi ilmu logika, penggunaan akal pikiran secara bebas,serta filsafat dan berdebat. Selain itu, beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, nasikh mansukh, tarikh, muqaddam dan muakhkhar dalam Al-Quran.

        Di dalam perjalanan kisah hidupnya, Ahmad bin Hanbal pernah mengalami cobaan, ujian rintangan terberat dan terbesar dalam hidupnya yang dikenal peristiwa mihnah, yang kala itu dipimpin oleh penguasa zalim, khalifah Al-Mu’tashim yang telah menjadi rusak karena disebabkan pendapat logika dengan mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk, dan ia tegas menggunakan pedang untuk menegaskan ketetapan ini di tengah-tengah umat. Khalifah ini telah membunuh banyak ulama besar dan sahabat-sahabat Imam Ahmad. Sebagian lainnya dari mereka menjawab karena takut karena pedang, sebagian lagi tidak menjawab dan di bunuh seketika.
Imam Ahmad sendiri kala itu dengan tegas dan meyakinkan berkata "Tidak, demi Allah, Al-Quran adalah Kalamullah". Sehingga mengakibatkan Imam Ahmad akhirnya dipenjara selama 28 bulan dengan mengalami berbagai macam penyiksaan. Dalam penjara ia kerap dicambuk hingga pingsan, ditakut-takuti dengan pedang kemudian disungkurkan ke tanah. Siksaan itu terus berlangsung hingga sang khalifah wafat. Setelah diganti oleh khalifah al-Watsiq, siksaan yang diderita Imam Ahmad tidak selesai bahkan kian parah dari sebelumnya. Setelah estafet khalifah berganti ke Al-Mutawakkil (seorang penolong sunnah) dan setelahnya semua menjadi lebih jelas( yang Haq itu benar dan tidak ada kompensasi serta toleransi), bahwa Al Qur’an bukanlah makhluk seperti penguasa zalim sebelumnya yang mengatakan demikian, akhirnya Imam Ahmad dibebaskan dari penjara dalam keadaan terluka, kemudian khalifah Al-Mutawakkil mendatangi Imam Ahmad dengan membawa harta dan emas, tapi sang imam berkata "Demi Allah, sungguh aku takut dari fitnah kenikmatan lebih banyak daripada fitnah musibah dan cobaan.

        Ketika Imam Ahmad sakit, semua penduduk kota Baghdad hampir memenuhi rumahnya untuk menjenguk beliau. Mereka menjenguk dan mendoakan untuk kesembuhan beliau.

        Akhirnya pada hari Jumat, 12 Rabi’ul Awwal 241 H pada usia 77 tahun Imam Ahmad wafat menemui Rabb Allah Azza Wajjala. Maka gemparlah seluruh dunia dan tangis manusia pun bergemuruh seakan-akan dunia ikut bergetar. Kaum Muslimin bersedih dengan kepergiannya. Di dalam menuju pemakamannya, tidak sedikit kaum muslimin yang turut mengantar jenazahnya. Bahkan para sejarawan menuliskan bahwa yang mengantarkan jenazah Imam Hanbali saat itu lebih dari 800 ribu orang (delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan). Semuanya menunjukkan bahwa sangat banyaknya mereka yang hadir pada saat itu demi menunjukkan penghormatan dan kecintaan mereka kepada Imam Ahmad akan pribadi akhlaknya, ketawadhu’an dan keluasan imu yang dimilikinya.

Imam Hambali pernah berkata di kala semasa hidupnya, “Katakanlah kepada ahlul bid’ah bahwa perbedaan antara kami (ahlus sunnah) dengan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami.”
***
          Beberapa ucapan Imam Ahmad bin Hanbal :
Janganlah bertaqlid kepadaku, jangan pula bertaqlid kepada Malik, jangan pula bertaqlid kepada Asy-Syafi’i dan jangan pula kepada Al-Auza’i  dan jangan pula kepada Ats-Tsauri. Dan ambillah dari mana mereka mengambilnya [kembali kepada dalil-dalil yang shohih].” (Dinukil oleh Ibnul  Qoyyim dalam ‘I’lamul Muwaqi’in).
        Dalam riwayat lain, “…janganlah kamu bertakqlid dalam agamamu kepada seorangpun dari mereka. Apa saja yang datang dari Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya maka kamu ambil kemudian tabi’in, setelah itu seseorang boleh memilih.”, dalam riwayat lain,
“Al-Ittiba’ adalah seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya kemudian setelah tabi’in dia boleh memilih.” (Dinukil oleh Abu Daud dalam Masail)

      Pendapat Al’Auza’i, pendapat Malik dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat dan dihadapanku semuanya sama, hanya saja yang dijadikan dalil adalah Al-Atsar (hadits Rasulullah).” (Dinukil oleh Ibnu Abdil Bar dalam Al-Jami’)
“Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah maka dia berada diujung kebinasaan.” (Dinukil oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Manakib)

“Katakanlah kepada ahlul bid’ah bahwa perbedaan antara kami (ahlus sunnah) dengan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami.”
*******
     Bila imam Ahmad bin Hanbal mengadakan majelis, tidak kurang dari 5.000 orang memenuhi majelis ilmunya. Tidak ada yang dibiarkan lewat saat Imam Ahmad memberikan fatwa-fatwa dan tausiyahnya di hadapan umat islam di kota Baghdad.

     Guru-guru Beliau
   Imam Ahmad bin Hanbal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
1. Ismail bin Ja’far
2. Abbad bin Abbad Al-Ataky
3. Umari bin Abdillah bin Khalid
4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
5. Imam Asy-Syafi’.
6. Waki’ bin Jarrah
7. Ismail bin Ulayyah
8. Sufyan bin ‘Uyainah
9. Abdurrazaq
10. Ibrahim bin Ma’qil

      Murid-murid Beliau:
    Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah:
1. Imam Bukhari.
2. Muslim
3. Abu Daud
4. Nasai
5. Tirmidzi
6. Ibnu Majah
7. Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya.
8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
11. dan lain-lainnya.
Karya beliau:
1. Kitab Al Musnad
2. Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini hilang”.
3. Kitab Az-Zuhud
4. Kitab Fadhail Ahlil Bait
5. Kitab Jawabatul Qur’an
6. Kitab Al Imaan
7. Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah
8. Kitab Al Asyribah
9. Kitab Al Faraidh

    Dikisahkan suatu waktu Imam Ahmad pernah bermimpi di dalam tidurnya. Di dalam mimpinya ia bertanya kepada Allah Ta’ala, ” Ya Rabb, amal apa yang dapat mendekatkan orang-orang mutaqarribin kepadaMu ?” Allah berfirman ,  ” Dengan membaca Al-Qur’an ! “ Kemudian Imam Ahmad kembali bertanya, ” Dengan memahami isi kandungannya atau tidak paham ? “Dengan kedua-nya,” Jawab Allah Ta’ala.

        Abdullah bin Ahmad (anak imam ahmad bin hanbal) berkata, “Ayahku setiap hari membaca sepertujuh Al-Quran, dan selalu khatam pada setiap pekan. Setiap khatam Al-Quran selalu jatuh pada malam ke tujuh. Beliau pun senantiasa shalat isya dilanjutkan dengan qiyamullail, kemudian tidur sebentar danqiyamullail lagi sehingga tiba waktu subuh. Lalu, shalat subuh dan melanjutkan membaca doa-doa. Pada setiap harinya, beliau mengerjakan shalat sebanyak 300 rakaat. Namun, semenjak beliau mendapat hukuman cambuk yang membuat fisik beliau lemah, beliau hanya mampu mengerjakan shalat sebanyak 150 rakaat.” (As-Siyar: 11/212) Sumber: 99 Kisah Orang Shalih, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan ke-5, Shafar 1430/2009.

Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Beliau masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.

        Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Beliau sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”.

        Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.

      Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”.

         Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!

       Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.




       Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Beliau sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”.
Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”

        Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik”.

*risnna merryweather

0 Response to "The life of Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Ahmad Hambali)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel